BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BALAKANG
Kalau
diperhatikan sepintas sejarah pada zaman
dahulu, akan dipahami tidak bolehnya sama sekali
berhubungan dengan orang kafir sebagaimana yang dipahami oleh para sahabat
sebelum turunnnya ayat. Akan tetapi sungguh agama ini merupakan rahmat
bagi seluruh makhluq, jin maupun manusia, Muslim maupun kafir, benda hidup
maupun mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
1. وَمَآ
أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً۬ لِّلۡعَـٰلَمِين
“Dan
tidaklah Kami mengutus engkau (Wahai Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh
makhluk.” (Al Anbiya: 107).
Maka
loyalitas walaupun hanya diperuntukkan untuk Islam dan kaum Muslimin. akan
tetapi karena agama ini dibangun di atas kasih sayang bagi seluruh makhluk. Maka
Allah Subhanahu wa Ta`ala tidak melarang kaum Muslimin untuk berbuat baik dan
berlaku adil kepada orang-orang kafir sepanjang mereka tidak memerangi kaum
Muslimin. Adapun kalau mereka memerangi kaum Muslimin maka hal tersebut
terlarang dalam syariat Islam.
Sikap
ini merupakan salah satu dari keadilan Dienul Islam terhadap orang-orang kafir
yang tidak memerangi kaum Muslimin dan ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin
adalah orang yang paling baik berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimanakah
konsep islam sebagai agama rahmatal li’alamin?
2.
Bagaimana
pandangan islam atas berbagai Ras dan Agama?
3.
Apakah pengaruh
rohmatal lil’alamin terhadap Non-Muslim?
4.
Apakah benar
islam bukan Agama Teroris?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Mengetahui
konsep islam sebagai agama rohmatal li’alamin
2.
Mengetahui
pandangan islam atas berbagai Ras dan Agama
3.
Dapat mengetahui
pengaruh rohmatal lil’alamin terhadap non-muslim
4.
Dapat megetahui
kebenaran bahwa islam bukanlah Agama teroris
BAB II
ISLAM SEBAGAI AGAMA ROHMATAL LIL’ALAMIN
A. Konsep
Rahmatan Lil’alamin agama islam
Memang
benar agama islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Namun banyak orang yang
salah kaprah dalam menafsirkannya. Sehingga banyak kesalahan dalam memahami
praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu akidah.
Pernyataan
bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin sebenarnya adalah kesimpulan
dari firman Allah Ta’ala,
“Kami
tidak mengutus engkau (wahai
Muhammad)
melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta”.[1]
Tugas Nabi Muhammad adalah membawa rahmat bagi sekalian alam, maka itu
pulalah risalah agama yang dibawanya. Tegasnya, risalah Islam ialah
mendatangkan rahmat buat seluruh alam. Lawan daripada rahmat ialah bencan dan
malapetaka. Maka jika dirumuskan ke dalam bentuk kalimat yang menggunakan kata
peniadaan, kita lau mendapat pengertian baru tapi lebih tegas bahwa islam itu
“bukan bencana alam”. Dengan demikian kehadiran Islam di alam ini bukan untuk
bencana dan malapetaka, tetapi untuk keselamatan, untuk kesejahteraan dan untuk
kebahagiaan manusia lahir dan batin, baik secara perseorangn maupun secara
bersama-sama dalam masyarakat.
Islam itu ibarat Ratu Adil yang menjadi tumpuan harapan manusia. Ia harus
mengangkat manusia dari kehinaan menjadi mulia, menunjuki manusia yang tersesat
jalan. Membebaskan manusia dari semua macam kezhaliman, melepaskan manusia dari
rantai perbudakan, memerdekakan manusia dari kemiskinan rohani dan materi, dan
sebagainya. Tugas Islam memberikan dunia hari depan yang cerah dan penuh
harapan. Manusia akhirnya merasakan nikmat dan bahagia karena Islam.
Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada kesempurnaan
Islam itu sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang satu
dengan yang lainnya mempunyai nisbat dan hubungan yang saling berkait. Maka
Islam dapat kita lihat serempak dalam tiga segi yaitu aqidah, syari’ah dan
nizam.
Dalam satu tinjuan, Islam adalah suatu aqidah atau keyakinan. Mulai
daripada Islam itu sendiri secara totalitas adalah suatu keyakinan, bahwa
nilai-nilai yang diajarkan kebenarannya mutlak karena bersumber dari yang Maha
Mutlak. Maka segala yang diperintahkannya dan diizinkannya adalah suatu yang
haq
“Dan carilah karunia yang Allah berikan kepadamu untuk keselamtan bagi negri
akhirat, tapi janganlah engkau lupakan masalahmu di dunia. Dan ciptakanlah
kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, janganlah engkau
berbuat kerusuhan di bmi, karena sesungguhnya Allah tidak senang bagi
orang-orang yang berbuat rusuh”. [2]
Yang menjadi tantangan besar umat Islam masa kini adalah Islam belum lagi
terwujud risalahnya, ia belum lagi menjadi rahmat bagi manusia. Karenanya kita
harus mengadakan koreksi total terhadap cara-cara hidup kita, baik dalam bidang
ubudiyah maupun dalam bidang mu’amalah.[3]
Umat Islam dilarang menjadi umat pengekor, tetapi sebagai pengendali. Tidak
pula boleh menjadi gerobak yang ditarik ke mana-mana, tetapi sebagai lokomotip
yang menarik dan bertenaga besar. Islam tidak condong ke Barat dan tidak pula
miring ke Timur, tapi Islam tampil ke tengah-tengah mengajak seluruh benua, ras
dan bangsa untuk berkiblat kepadanya. Islamlah yang harus memimpin jalannya
sejarah menuju kepada hidup dan kehidupan yang bahagia (hayatun thayyibatun)
dalam rangka masyarakat yang sejahtera dan bahagia di bawah naungan ampunan
Allah (baldatun thayyibatun wa rabbun ghofuur). Betapa tinggi fungsi umat Islam
di tengah-tengah kancah kehidupan manusia Allah berfirman :
“Kamu adalah umat yang paling baik, yang ditempatkan ke tengah-tengah
manusia, untuk memimpin kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan percaya
penuh kepada Allah”.[4]
B. Pandangan Islam Atas Berbagai Ras dan
Agama
Dalam agama Islam memandang agama-agama
lain dan berbagai ras pun mempunyai konsep yang baik. Islam sebagai
konstitusinya juga mewajibkan perdamaian antar manusia. Ia menyatakan mengapa
manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tiada lain untuk memudahkan
saling berkenalan dan saling berdekatan antara sesama manusia, bukan menjadikan
jalan agar sebagian manusia itu lebih tinggi dari yang lainnya, dan agar
sebagian manusia itu dapat menjadikan dirinya tuhan.
Orang mukmin mencintai segenap manusia, karena
mereka adalah saudaranya, sama-sama keturunan Adam dan teman karibnya dalam
mengabdikan diri kepada Allah. Antara dia dengan mereka diikat oleh pertalian
darah, tujuannya sama dan musuhnya pun sama. Allah SWT menegaskan :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah
menciptakan kalian dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan
istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.”[5]
Akidah Islam tidak membenarkan perbedaan darah dan perbedaan suku, ras,
bangsa dijadikan alasan untuk saling berpecahbelah. Seorang muslim mempercayai,
bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan dari
tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda
kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya,
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran :
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan berlain-lainan bahasa kalian dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.”[6]
Bagaimana mungkin seorang muslim akan merendahkan suatu bangsa dari
bangsa-bangsa manusia, sedangkan al-Quran mengajarkan supaya menghormati
segenap makhluk, baik bangsa, binatang ataupun burung.
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan (umat-umat) juga seperti kalian.
Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpun.”[7]
Demikianlah pandangan orang mukmin terhadap umat manusia. Tiada perasaan
kebanggaan tentang nasab, tempat kelahiran, tidak ada perasaan dengki antara
kelompok satu dengan yang lain, antara individu satu dengan yang lain. Yang ada
hanyalah perasaan cinta kasih, persamaan dan persaudaraan.[8]
C. Pengaruh
Rahmatan Lil’alamin Bagi Non Muslim
Dalam memperlakukan non muslim (Ahli Dzimmah) mereka mendapatkan hak
seperti yang didapatkan oleh kaum Muslimin, kecuali pada perkara-perkara yang
terbatas dan perkecualian. Sebagaimana halnya juga mereka dikenakan kewajiban
seperti yang dikenakan terhadap kaum Muslimin. Kecuali pada apa-apa yang
diperkecualikan. Ialah hak memperoleh perindungan yaitu melindungi mereka dari
segala permusuhan eksternal. Ijma’ Ulama umat Islam terjadi dalam hal ini
seperti yang diriwayatkan Abu Daud dan Al-Baihaqi
“Siapa-siapa yang menzhalimi kafir mu’ahad atau mengurangi haknya, atau
membebaninya di luar kesanggupannya, atau mengambil sesuatu daripadanya tanpa
kerelaannya, maka akulah yang menjadi seterunya pada hari Kiamat (HR. Abu
Daud dan Al-Baihaqi)
Kemudian
melindungi darah dan badan mereka, melindungi harta mereka, menjaga kehormatan
mereka, memberikan jaminan sosial ketika dalam keadaan lemah, kebebasan
beragama, kebebasan bekerja, berusaha dan menjadi pejabat, inilah beberapa
contoh dan saksi-saksi yang dicatat sejarah mengenai sikap kaum Muslimin dan
pengaruhnya terhadap Ahli Dzimmah.[9]
D. Islam
Bukan Agama Teroris
Islam memang agama yang menyebarkan benih-benih kasih sayang, cinta dan damai.
Islam secara eksklusif bukan berarti terorisme, tetapi eksklusif dalam
pengertian akidah. Yaitu mempercayai dan meyakini bahwa Islam agama yang benar.
Dan itu harga mati di dalam akidah setiap Muslim. Dan bukan berarti Terorisme.
Nah, secara inklusifnya Islam sendiri mewajibkan umatnya untuk bertoleran
sesama manusia. Dan ini tidak bisa diartikan dengan Pluralisme agama.
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwasanya tujuan Islam adalah membangun manusia yang
shalih. Tidak mungkin Islam menyebarkan benih-benih terorisme. Dan bila “jihad”
dalam pengertian islam adalah menyeru kepada agama yang benar, berusaha
semaksimal mungkin baik dengan perkataan ataupun perbuatan dalam berbagai
lapangan kehidupan dimana agama yang benar ini diperjuangkan dan dengannnya ia
memperoleh kemenangan maka ia, tentunya lebih luas ketimbang “perang” bahkan
terorisme.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan
Islam yang Rahmatan lil’alamin ini, kita telah dapat memberikan kesimpulan
bahwa Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi suatu perdaban yang di dalamnya
terdapat pandangan hidup (framework) yang jelas dan universal dalam hal
kebenaran.
B. PESAN DAN
SARAN
No comments:
Post a Comment